Mereka memang saudara muslimku, tapi terlebih mereka adalah manusia. Kita, seperti kita mereka tidak bisa memilih terlahir di etnis yang mana, dari rahim siapa, dibumi mana mereka dibesarkan. Kita dengan hiruk pikuk kehidupan, entah hutang yg masih menggunung, cita-cita yang belum kesampaian, rasa iri terhadap keberhasilan orang. Masih bisa berteduh entah itu dirumah mertua atau rumah cicilan. Masih bisa rehat sejenak, menarik napas dalam keruwetan pekerjaan, dirumah sendiri atau dinegeri orang. Setidaknya kita masih bisa BERENCANA setiap melihat wajah terkasih, cita-cita membahagiakan mereka. Setidaknya kita masih bisa MEMILIH diam, berjalan atau berlari tanpa ancaman kekejian. Setidaknya kita masih bisa MENUNDA beban, untuk sejenak menjulurkan kaki, menyimpan anak dari gendongan, melihat facebook dalam ketergesaan, atau menuliskan otw pada kiriman wa, ketika perut meminta sarapan. Bila engkau adalah ibu, coba pandangi atau ingat-ingat putra-putri kecilmu ketika tertidur, dimana wa...
Desa Barudua pernah berjaya, tahun 2000 ketika Pa Supardi membawa stroberi. Pada alamnya yang menawan dan ketinggian 1086 mdpl yang memungkinkan, stroberi tumbuh tak berhenti-henti. Masyarakat yang tadinya apriori mulai mencoba bertanam memanfaatkan lahan, berganti pekerjaan, pulang kampung melihat keuntungan yang menggiurkan. Perkebunan Stroberi Desa Barudua Holibert nama varietasnya, cukup manis untuk stroberi diiklim tropis. Lebih tebal dan kenyal dibandingkan temanya yaitu “nyoho” atau pun “kalifornia”. Warnanya merah cerah, bentuknya conic dengan ujung meruncing dan memiliki umur simpan 4-5 hari. Bapak Endang Yana mempelopori, gerakan masyarakat saling menulari, bahu membahu, bergerak, berkelompok, belajar mandiri. Pada tahun 2008 masyarakat kian giat membudidaya, membuat kompos dan mencari pasar baru. Sehingga pada tahun 2010 stroberi barudua mulai dikenal seantero negri. Dalam sehari 18 ton dapat diproduksi dari 200 Ha yang ditanami. Tak hanya desa sendiri, Desa ...